Lompat ke isi utama

Berita

REKOMENDASI BAWASLU HARUS DIMAKNAI SEBAGAI PUTUSAN YANG MENGIKAT

aaa

Berdasarkan putusan Nomor 104/PUU-XXIII/2025 Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 139 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan Pasal 140 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU 1/2015).

Mahkamah menyatakan frasa “rekomendasi” pada Pasal 139 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “putusan”

Dan frasa “memeriksa dan memutus” dan kata “rekomendasi” pada Pasal 140 ayat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “memeriksa dan memutus” menjadi “menindaklanjuti” dan kata “rekomendasi” menjadi “putusan”;

Dalam pertimbangannya Mahkamah menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara rezim pemilu dan rezim pilkada, karena dalam batas penalaran yang wajar, pemilu yang berintegritas akan terpenuhi jika semua tahapan dalam pemilu diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memiliki kepastian hukum. 

Semua ketentuan yang berkaitan dengan upaya mewujudkan pemilu yang berintegritas harus dibuat secara seragam agar semua masalah yang memiliki karakteristik yang sama diselesaikan dengan prosedur yang sama pula. Hal demikian perlu dilakukan agar terwujud kepastian hukum dalam penyelenggaraan pemilihan. Namun demikian, secara faktual apabila membaca norma yang berkenaan dengan penanganan pelanggaran administrasi pilkada dan penanganan pelanggaran administrasi pemilu, terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada. 

Dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu, Bawaslu diberikan kewenangan untuk memutus pelanggaran administrasi pemilu (UU Pemilu). Sedangkan dalam menangani administrasi pilkada, Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi hanya sebatas memberikan rekomendasi atas hasil kajiannya, yang kemudian akan diperiksa dan diputus oleh KPU (UU Pilkada).

Dalam hal tersebut, Mahkamah menilai bahwa upaya penyelarasan yang dilakukan tidak hanya mencegah dualisme pengaturan yang berpotensi tumpang tindih, tetapi juga memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan setara bagi seluruh warga negara dalam menggunakan hak politiknya terutama dalam mewujudkan asas pemilu dalam Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Humas Bawaslu Jombang