Menguat dan Menunda
|
Oleh
Ahmad Udi Masjkur Ketua / Koord. Hukum, Humas dan Hubal Bawaslu Kabupaten Jombang
Situasi kini, harus menjadwal ulang untuk mengatur ritme waktu harian. Corona tidak hanya merubah ritme waktu pribadi sesorang, namun juga telah membuat hiruk dan pikuk seluruh jagad, jagad media termasuk diantaranya. Terlintas, apa yang dicari atau sekedar diposting dalam Medsos oleh sebagian besar orang dalam kondisi saat ini ? sisi sederhana, dapat dilihat yakni makin meningkatnya tren hashtag covid-19 oleh pengguna berbagai media sosial, baik seputar informasi perkembangannya, kebijakan penanganannya, atau sekedar mengais rezeki dengan jualan masker maupun jualan sabun. Benarkah, untuk memastikan anda dapat lihat melalui website penyedia data analisis hashtag yang kapanpun dapat anda diakses. Memang, Corona Virus kini begitu menguat tanpa memandang status sosial, masih saja menembus batas wilayah walau karantina wilayah itu seandainya dilaksanakan, itu sebagian dampak yang dapat disebutkan. Akhir bulan lalu, wilayah kita memasuki fase peningkatan itu, beberapa saat kemudian nampak keadaan gejolak labil seperti yang telah diprediksikan sebelumnya. Praktis keseharian masyarakat mulai terpaksa membiasakan diri terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan dalam keadaan itu. Keadaan yang lagi-lagi tanpa memandang status sosial, tanpa memandang wilayah, termasuk keadaan yang kemudian diputuskan oleh otoritas pemangku kepentingan terhadap penundaan pemilihan kepala daerah 2020. Tentu, semuanya memiliki kalkulasi terhadap gejolak akibat Corona apabila tetap dilaksanakan atau sebaliknya. Tak perlu khawatir, prioritas hari-hari ini keselamatan penduduk kita patut untuk didahulukan daripada sekedar menggelar pemilihan dalam ancaman wabah. Keputusan penundaan itu, patut diapresiasi lantaran didok pada saat yang tepat dan belum terlambat. Terdapat banyak tahapan pada saat ini, dan seharusnya diselenggarakan oleh penyelenggara setempat. Namun, tahapan itu masih pada tahapan yang dapat dikategori persiapan-persiapan. Keadaan ini, nyatanya tidak terjadi dalam pemilihan di Indonesia saja, disaat yang sama banyak negara lainnya tengah mengambil inisiatif serupa penundaan pemilihan/lainnya atau terpaksa menyelenggarakan dengan kondisi yang relatif sama. Sebut saja (dapat anda lihat pada laman IDEA Internasional), Pemilihan legislatif diadakan selama epidemi Ebola di Liberia pada 2014, dengan beberapa daerah perkotaan dibebaskan dari partisipasi. Demikian pula yang terkena dampak konflik negara-negara, seperti Pakistan pada tahun 2018 lalu, belum mengadakan pemilihan di daerah tertentu karena rasa tidak aman. Pada bulan Maret 2020, Italia, Spanyol dan kemudian Perancis membatasi pergerakan warga negara sebagai respon dari pandemi. Akibatnya otoritas setempat mengambil kebijakan yang berani, yakni terpaksa Pemilihan lokal di Perancis tetap diadakan, akibatnya dengan jumlah partisipasi pemilih jauh lebih rendah daripada yang diprediksi atau dalam pemilihan sebelumnya. Sementara ditempat lain, referendum pada reformasi konstitusi di Italia ditunda tanpa batas waktu. Pemilihan walikota di Vorarlberg, Austria ditunda yang awalnya dijadwalkan pada 15 Maret 2020. Di Amerika Latin, Chili menunda referendum konstitusional selama enam bulan. Pada belahan bumi yang lain, Selandia Baru tidak menunda pemilihan namun tengah mempertimbangkan metode pemilihan alternatif sebelum pemilihan umum dan dua referendum nasional. Komisi Pemilihan Selandia Baru sedang mempertimbangkan untuk memperluas peraturan pemilihan alternatif yang ada, yang dirancang untuk pemilih yang tidak dapat menghadiri tempat pemungutan suara untuk memilih secara langsung, untuk semua pemilih pada pemilihan umum yang dijadwalkan pada September 2020 mendatang. Pengaturan pemilihan alternatif itu, yakni mempertimbangkan dengan memperluas layanan online untuk pemungutan suara, yang saat ini ditawarkan kepada pemilih di luar negeri, pemilih yang dapat mengunduh dan mengunggah surat suara, memperluas layanan pemungutan suara dikte telepon, yang tersedia untuk orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, menawarkan pemungutan suara proxy dan pemungutan suara via pos, yang saat ini belum diatur dalam undang-undang pemilu. Jerman, di Negara bagian Bavaria, penyelenggaraan pemungutan diselenggarakan melalui pos untuk putaran kedua pemilihan lokal Bavaria, setelah mengadakan putaran pertama pemilihan lokal pada 16 Maret 2020. Itu diputuskan sebagai respons terhadap pandemi COVID-19 dan risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh penularan melalui kontak sosial. Melanjutkan dengan pemilihan atau menunda pemilihan memiliki risiko bagi pemerintah, khususnya otoritas kesehatan serta otoritas penyelenggara pemilihan. Sementara menunda pemilihan mungkin merupakan opsi yang paling layak atas dasar kesehatan masyarakat, meskipun keputusan tersebut dapat menyebabkan potensi risiko lain terwujud, diantaranya risiko reputasi (otoritas yang membuat keputusan, kepercayaan pada proses dan lembaga demokratis, termasuk untuk hubungan internasional), potensi risiko politik, potensi risiko keuangan (implikasi realokasi anggaran), potensi risiko operasional (meskipun tanggal alternatif belum diputuskan), atau bahkan termasuk potensi risiko hukum (keputusan dapat diperkarakan secara hukum). Dengan demikian, bukankah menguat dan menunda merupakan gambaran dan opsi yang diambil guna menjamin kelangsungan hidup, apalah artinya pemilihan bila kehidupan yang sehat terganggu, yang sebetul-betulnya sehat tanpa gangguan. Toh, ini juga bagian dari ikhtiar Bersama rakyat awasi pemilu bersama Bawaslu tegakkan keadilan pemilu.Tag
Kolom
Publikasi