Jalan Konstitusi bukan Jalan Revolusi
|
Oleh :
Muhammad Fatichul Ilmi, S.Kom
Staf Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga
Bawaslu Kabupaten Jombang
Menyikapi adanya demonstrasi ‘Jokowi End Game’ dan ajakan revolusi untuk menurunkan Presiden perlu kita cermati dan kita renungkan. Demonstrasi yang terjadi di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makasar, Ambon dan berbagai daerah lainnya untuk menurunkan Presiden yang dianggap gagal dalam mensejahterahkan rakyat ini, belum tentu merupakan sikap masyarakat Indonesia. Karena ada juga yang berpendapat bahwa ajakan revolusi untuk menurunkan Presiden ini adalah ajakan provokatif yang tidak bertanggung jawab. Memang akibat pandemi Covid-19 ini perekonomian kita menurun secara dratis. Banyak pengusaha yang gulung tikar dan mengibarkan bendera putih, banyak buruh yang di rumahkan bahkan pedagang kecil tidak bebas membuka usahanya akibat adanya pembatasan kegiatan masyarakat. Pandemi ini memporak-porandakan perekonomian negeri ini. Jika kita kaji ajakan revolusi ini merupakan tindakan inskonstitusional yang bisa mengakibatkan kekacauan pada negeri ini. Undang-undang Dasar kita mengatur tentang pergantian presiden dengan cara pemilihan umum secara langsung yang dilaksanakan lima tahunan. Bukan melalui jalan revolusi yang inskontsitusional. Jika kita tidak setuju dengan Presiden dan Wakil Presiden sekarang maka di pemilu akan datang untuk tidak memilih Presiden dan Wakil Presiden tersebut. Begitu seterusnya. Bangsa Indonesia ini sudah melewati beberapa kali pemilu yang terus-menerus disempurnakan. Perkembangan yang sangat signifikan terjadi pada pemilu pasca reformasi ini. Mulai dari adanya asas pemilu dari luber menjadi luberjurdil, adanya Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dan pemilihan Gubernur dan Bupati atau Walikota secara langsung dan adanya lembaga penyelenggara yang independen yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP. Hingga pemilihan pergantian pemimpin melalui pemilu lima tahunan ini menjadi pilihan yang sangat rasional menuju Negara yang demokratis dan berkeadilan. Pemilu yang Luberjurdil Pelaksanaan pemilu 2019 serentak kemarin mendapat apresiasi banyak kalangan. Pelaksanaanya telah dianggap sukses dengan terpilihnya DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta Presiden dan Wakil Presiden dimana kompetisi berjalan dengan sehat dan ketidakpuasan disalurkan melalui kanal-kanal yang telah ditetapkan Undang-Undang. Kejadian-kejadian pelanggaran telah dilaporkan kepada Bawaslu dan Bawaslu telah menindaklanjutinya. Sedangkan sengketa hasil atau perselisihan hasil pemilu berjalan di sidang Mahkamah Konstitusi dengan baik. Walaupun memang dinamika pemilu 2019 diwarnai dengan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi di depan gedung Bawaslu RI, hasil pemilu 2019 ini dapat diterima oleh semua pihak. Pendidikan Pemilih (Voter Education) dan Pengawasan Partisipatif yang dibutuhkan Pendidikan pemilih dan pengawasan partisipatif menjadi penting dalam sebuah penyelenggaraan pemilu. Pemilih yang merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pemilu disamping penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu dan DKPP) dan peserta pemilu sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil pemilu tersebut. Hasil pemilu ini menentukan baik buruknya pemimpin pilihan pemilih untuk jangka waktu lima tahun ke depan. Semakin cerdas pemilih dan semakin terlibat dalam pengawasan pemilu maka semakin baik kualitas pemilu dan hasilnya. Memang selain pemilih yang cerdas, pemilu akan lebih baik jika partisipasi masyarakat juga tinggi. Tingginya partisipasi tidak hanya diukur dimana pemilih hanya menggunakan hak pilihnya di TPS pada saat pemilu dilaksanakan. Proses pemilu yang panjang tidak hanya diawasi oleh Bawaslu akan tetapi harus diawasi dan dikawal oleh semua masyarakat agar pemilu sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Ketika masyarakat aktif melakukan pengawasan partisipatif maka hal-hal mengenai pelanggaran pemilu diyakini akan berkurang. Pengawasan partisipatif oleh masyarakat ini menjadi penting, karena pemilu ini menjadi sebuah hajatan besar bersama dan menjadi tanggung jawab bersama pula yang hasilnya juga berdampak pada kita semua. Kesadaran politik dibentuk oleh pendidikan politik dan partisipasi politik. Semakin baik pendidikan politik dan partisipasi politik masyarakat dalam pemilu, semakin baik pula hasil pemilu tersebut. Memilih Presiden dan Wakil Presiden beserta memilih wakil rakyat harus dipertimbangkan visi dan misinya hingga jadilah pemilih yang cerdas dalam memilih di pemilu disamping menjadi pengawas partisipatif. Jalan Konstitusi Memang situasi dan kondisi negeri ini dinamis seiring perubahan zaman, akan tetapi menjaga konstitusi agar demokrasi kita semakin kuat hingga bangsa Indonesia ini bisa menjadi bangsa yang tumbuh kuat dan sejahtera. Pemilu yang merupakan sarana kedaulatan rakyat dalam pergantian pemimpin merupakan suatu yang bisa dikatakan paling rasional. Hampir di semua Negara-negara demokrasi menggunakan pemilu untuk pergantian para pemimpinya. Konstitusi kita sudah mengatur semua ini. Sebagaimana termuat dalam pasal 6A ayat (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kalaupun ada hasil pemilu yang menghasilkan para pemimpin yang oleh sebagian orang tidak diinginkan, maka melalui pemilu jugalah perbaikan dilakukan. Semoga ajakan revolusi untuk menurunkan presiden ini hanya sebagai kritik saja.Tag
Kolom